BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sumber ilmu yang
takkan habis-habisnya untuk dikaji dan diteliti. Banyak cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang digali dari Pendidikan Kewarganegaraan.Cabang-cabang ilmu
tersebut diantaranya : ilmu kewarganegaraan, demokrasi, konstitusi, Masyarakat
Madani dan semuanya hanya bersumber pada Pendidikan Kewarganegaran. Dalam
makalah ini kami mencoba sedikit membahas tentang Masyarakat Madani yang cukup
panjang pembahasannya namun, kami telah berusaha untuk lebih teliti dan jeli
dalam mempelajarinya. Dengan harapan sebagai seorang mahasiswa yang taat dan
paham kita semakin memahami isi pendidikan kewarganegaraan secara benar dan
baik. Karena hal yang baik tapi tidak benar??kemudian hal benar namun tidak
baik??
B. Rumusan Masalah
Setelah melewati berbagai pemikiran dan pencarian
data, maka kami dapat
menyajikan
ada beberapa permasalahan-permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah kami,
di antaranya :
1.
Bagaimana
pegertian Masyarakat Madani?
2.
Apa saja
prinsip-prinsip masyarakat madani?
3.
Bagaimanakah
strategi yang digunakan di Indonesia dalam menunjukkan
masyarakat madani?
4.
Apa makna
dari “civil society”?
5.
Bagaimana
kedudukan antara masyarakat madani dan civil society?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah agar kita
bisa lebih mengenal masyarakat madani dan lebih memudahkan kita untuk
mempelajari lebih jauh lagi sehingga dalam proses mempelajarinya kita tidak
menemukan kesulitan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Madani
Konsep “Masyarakat Madani” merupakan penerjemahan
atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan
istilah ini tahun 1995 adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh
Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai Masyarakat madani merujuk
pada konsep dan bentuk Masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad.
Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi histories ketidakbersalahan
pembentukan civil society dalam Masyarakat muslim modern.
Menurut Prof. Nafsir Alatas Masyarakat Madani
berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu musyarakah dan
madinah. musyarakah yang berarti pergaulan atau persekutuan hidup manusia,
dalam bahasa latin masyarakat di sebut socius yang kemudian berubah bentuknya
menjadi social sedangkan madinah yang berarti kota, atau “tamaddun” yang
berarti peradaban. Hal ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat yang di bina
Nabi Muhammad Saw setelah beliau berhijrah ke Madinah yang penduduknya dari
berbagai jenis etnis dan agama walaupun mayoritas beragama Islam.
Berdasarkan asal-usul pengertian tersebut maka yang
di maksud Masyarakat Madani (civil society) adalah masyarakat yang menjujung
tinggi nilai–nilai peradaban, yaitu masyarakat yang meletakan prinsip-prinsip
nilai dasar masyarakat yang harmonis dan seimbang.
B. Prinsip-Prinsip Masyarakat Madani
Pada dasarnya,
prinsip-prinsip dasar masyarakat madani (islami) sebagaimana di ungkapkan dalam
Al-Quran dan sunah adalah meliputi:
1. Persaudaraan
2. Persamaan
3. Toleransi
4. Amar ma’ruf-nahi munkar
5. Musyawarah
6. Keadilan
7. Keseimbangan
1. Persaudaraan
2. Persamaan
3. Toleransi
4. Amar ma’ruf-nahi munkar
5. Musyawarah
6. Keadilan
7. Keseimbangan
Allah Swt
berfirman:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran [3]: 110).
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran [3]: 110).
Dalam prinsip persaudaraan mengingatkan pada
kejadian manusia yang berasal dari sumber yang sama, baik laki-laki maupun
perempuan (Q 49:10). Di ayat tersebut dijelaskan Nabi Muhammad Saw seorang
mukmin terhadap mukmin lainnyan laksana suatu bangunan yang unsur-unsurnya
saling menguatkan. Hal ini berarati bahwa suatu masyarakat harus hidup
bergotong royang, tolong menolong, dan saling membantu. Dalam prinsip persamaan
menunjukan bahwa manusia itu sama, perbedaan kebangsaan, keturunan, jenis
kelamin, kekayaan dan jabatan, tidak mengubah posisi seseorang di hadapan Allah
Swt. Perbedaan seseorang dengan yang lainnya terletak pada iman dan taqwa (IMTAQ)nya
kepada Allah Swt. Dalam prinsip kemerdekaan meliputi bidang agama, politik, dan
ekonomi.
C. Pilar penyangga atau pendukung masyarakat Madani
Pilar penyangga
atau pendukung Masyarakat Madani diantaranya:
1. Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM)
2. Pers (media masa, telepisi, radio,dll)
3. Supermasi Hukum
4. Peran Perguruan Tinggi
5. Partai Politik
1. Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM)
2. Pers (media masa, telepisi, radio,dll)
3. Supermasi Hukum
4. Peran Perguruan Tinggi
5. Partai Politik
D. Strategi-strategi yang menunjukan Masyarakat
Madani di Indonesia.
Ada tiga strategi yang menunjukan masyarakat Madani di Indonesia diantaranya:
1. Strategi lebih mementingkan intregrasi national dan politik atau stuktural
2. Strategi mengutamakan reformasi sistem politik yang sekarang di jalankan
3. Strategi membangun masyarakat madani atau cultural.
Ada tiga strategi yang menunjukan masyarakat Madani di Indonesia diantaranya:
1. Strategi lebih mementingkan intregrasi national dan politik atau stuktural
2. Strategi mengutamakan reformasi sistem politik yang sekarang di jalankan
3. Strategi membangun masyarakat madani atau cultural.
Kamu adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran [3]: 110).
Konsep “Masyarakat Madani” merupakan penerjemahan
atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan
istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish
Madjid. Pemaknaan civil society sebagai Masyarakat madani merujuk pada konsep
dan bentuk Masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah
dianggap sebagai legitimasi histories ketidakbersalahan pembentukan civil
society dalam Masyarakat muslim modern.
E. Makna Civil Society
“Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil
society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan
Masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata
“societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep sivil society pertama
kali dipahami sebagai negara (state). Secara histories, istilah civil society
berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, john Locke, dan Hubbes. Ketiga
orang ini mulai menata suatu bangunan Masyarakat sipil yang mampu mencairkan
otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi Gereja (larry Diamond,
2003: 278). Cornelis Lay melihat substansi civil society mengacu kepada
pluralitas bentuk dari kelompok-kelompok independen (asosiasi lembaga
kolektipitas, perwakilan kepentingan) dan sekaligus sebagai raut-raut dari
pendapat umum dan Komunikasi yang indipenden. Ia adalah agen, sekaligus hasil
dari tranformasi social (kornelis lay, 2004:61). Sementara menurut havnes,
tekanan dari “masarakat sipil” sering memaksa pemerintah untuk mengumumkan program-program
Demokrasi, menyatakan agenda reformasi politik, merencanakan dan
menylenggarakan pemilihan umum multipartai, yang demi kejujuran diawasi oleh
tim pengamat internasional (jeff Haynes, 2000: 28). Menurut AS Hikam, civil
society adalah satu Wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan, dan
refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kehidupan matrial, dan tidak terserap
di dalam jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi.
Ciri-ciri utama
civil society, munurut AS Hikam ada tiga, yaitu:
(1) Adanya kemandirian yang cukup tinggi
dari individu- individu dan kelompok-kelompok
dalam
masarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara;
(2) Adanya ruangan publik bebas sebagai
wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari
warga
negara melalui wancana dan Praksis yang berkaitan dengan kepentingan publik,
dan
(3)
Adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.
Dalam
arti politik, Civil Society bertujuan melindungi individu terhadap
kesewenang-wenangan negara dan berfungsi sebagai kekuatan moral yang
mengimbangi praktik-praktik politik pemerintah dan lembaga-lembaga politik
lainnya. Dalam arti ekonomi, sivil society berusaha melindungi Masyarakat dan
individu terhadap ketidakpastian global dan cengkeraman konglomerasi dengan
menciptakan jaringan ekonomi mandiri untuk kebutuhan pokok, dalam bentuk
Koperasi misalnya. Oleh karena itu, prinsip sivil society bukan pencapaian
kekuasaan, tetapi diberlakukannya prinsip-prinsip Demokrasi dan harus selalu
menghindarkan diri dari kooptasi dari pihak penguasa (Haryatmoko 2003: 212).
F. Antara Masyarakat Madani dan Civil Society
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas,
Masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep
diluar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu
membandingkannya dengan tatanan Masyarakat Madani yang dijadikan pembenaran
atas pembentukan sivil society di Masyarakat Muslim modern akan ditemukan
persamaan sekaligus perbedaan diantara keduanya. Menurut pengamatan A.Syafii
Maarif, Masyarakat sipil yang berkembang dalam Masyarakat Barat secara teoritis
bercorak egilitarian, toleran, dan terbuka, nilai-nilai yang juga dimiliki
Masyarakat madinah hasil bentukan Rasulullah.
Masyarakat sipil lahir dan berkembang dalam asuahan
liberallisme sehingga hasil Masyarakat yang dihasilkannyapun lebih menekankan
peranan dan kebebasan individu, persoalan keadilan social dan ekonomi masih
tanda Tanya. Sedangkan dalam Masyarakat madani, keadilan adalah satu pilar
utamanya. Perbedaan lain antara civil society dengan Masyarakat madani adalah
civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari
gerakan Renaisans; gerakan Masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga
sivil society mempunya moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan
Tuhan. Sedangkan Masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk
Tuhan.
Dari alasan ini Maarif mendefinisikan Masyarakat
madani sebagai sebuah Masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas
landasan nilai-nilai etik moral transcendental yang bersumber dari Wahyu Allah
(A. Syafii Maarif, 2004: 84). Masyarakat Madinah, yang oleh Cak Nur dijadikan
tipologi Masyarakat madani, merupakan Masyarakat yang demokratis. Dalam arti
bahwa hubungan antar kelompok Masyarakat, sebagaimana yang terdapat dalam
poin-poin Piagam Madinah, mencerminkan egalitarianisme (setiap kelompok
mempunyai hak dan kedudukan yang sama), penghormatan terhadap kelompok lain,
kebijakan diambil dengan melibatkan kelompok Masyarakat (seperti penetapan
strategi perang), dan pelaku ketidak adilan, dari kelompok manapun, diganjar
dengan hukuman yang berlaku.
Robert N.Bellah, mantan Guru Besar Sosiologi
Universitas Califonia, Berkeley Amerika Serikat, menyatakan bahwa komunitas
muslim awal merupakan Masyarakat yang demokratis untuk masanya. Indikasinya,
menurut Bellah, tingginya tingkat komitmen, keterlibatan dan partisipasi
Masyarakat dalam membuat kebijakan publik serta keterbukaan posisi pemimpin
yang disimbolkan dengan pengangkatan pemimpin tidak berdasarkan keturunan
(beredities), tapi kemampuan (Robert N Bellah, 2000: 211).Perunjukan Masyarakat
Madinah sebagai kerangka acuan dalam membangun tatanan Masyarakat Muslim modern
merupakan keharusan. Dengan alasan, Masyarakat Madinah adalah umat yang terbaik
dalam pandangan Allah. Firman-Nya, “Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah,” (QS Ali Imran
[3]: 110). Menurut Quraish Shihab, Masyarakat Muslim awal disebut umat
terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan
menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik oleh Masyarakat selama sejalan dengan
nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya shihab
menjelaskan, kaum muslim awal menjadi “khaeru ummah” karena mereka menjalankan
amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000,
vol.2: 185).
Perujukan terhadap Masyarakat Madinah sebagai
tipikal Masyarakat ideal bukan pada peniruan stuktur masyarakatnya, tapi pada
sifat-sifat yang menghiasi masyarakata ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar
ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk ilahi, maupun persatuan dan
kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105).
Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui llahi adalah
dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin
dalam QS an-Nahl [6]: 125.
Dalam rangka membangun “masayrakat madani modert”, meneladani Nabi bukan hanya penapilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun sesama umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya. Kita juga harus meneladani sikap kaum muslim awal yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan mereka bersikap seimbang (tawassulth) dalam mengejar kebahagian dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada Masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam menunggu Waktu saja.
Dalam rangka membangun “masayrakat madani modert”, meneladani Nabi bukan hanya penapilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun sesama umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya. Kita juga harus meneladani sikap kaum muslim awal yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan mereka bersikap seimbang (tawassulth) dalam mengejar kebahagian dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada Masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam menunggu Waktu saja.
Mengatasi kebobrokan bangsa hendaknya dimulai dari
komunitas yang kecil, yaitu keluarga. Penciptaan generasi “rabani” tidak
mungkin berhasil tanpa peranan seorang ibu. Sedini mungkin seorang ibu harus
menanamkan keimanan, akidah, dan moral yang besar sebagai tameng agar anak-anak
di Masyarakat tidak terjerumus dalam tindak asusila dan kriminal sekaligus
filter untuk membedakan antara perbuatan baik dan buruk. Karena itu, bisa
dikatakan bahwa ibu adalah benteng moral bangsa. Semoga para ibu melakukan
fungsinya dengan baik dan benar agar bangsa ini terhindar dari kehancuran moral.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar
terciptanyakesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat
membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat
menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini.
Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun
beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi ialah bahwa di
dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu pada
Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita sebagai
umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang dimaksud
dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara menciptakan suasana pada
masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada
masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman Rasullullah.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga
harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di
Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk
mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh
seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya.
Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam
membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu,
marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui
latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua
maupun yang muda agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang
tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya
manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat,
infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik
dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.
Demikianlah makalah rangkuman materi yang dapat kami
sampaikan pada kesempatan kali ini semoga di dalam penulisan ini dapat
dimengerti kata-katanya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang
akan datang.
B. Saran
Demikian
makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan baik dalam penjelasan maupun dalam
penulisan kami mohon maaf . Kami mengharap kritik dan saran yang membangun agar
dapat menjadi sumber rujukan sehingga menjadikan apa yang kami buat ini lebih
baik di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Suito, Deny. 2006. Membangun
Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia: Jakarta.
Mansur,
Hamdan. 2004. Materi Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag RI:
Jakarta.
Suharto, Edi. 2002. Masyarakat
Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers Dalam Mewujudkan
Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung: Bandung.
Sosrosoediro,
Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.
Sutianto, Anen.
2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat:
Bandung.
Suryana,
A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung
Sudarsono.
1992. Pokok-pokok Hukum Islam. Rineka Cipta: Jakarta.
Tim Icce UIN Jakarta.
2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Prenada Media:
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar