Minggu, 30 Oktober 2016

makalah masyarakat madani



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sumber ilmu yang takkan habis-habisnya untuk dikaji dan diteliti. Banyak cabang-cabang ilmu pengetahuan yang digali dari Pendidikan Kewarganegaraan.Cabang-cabang ilmu tersebut diantaranya : ilmu kewarganegaraan, demokrasi, konstitusi, Masyarakat Madani dan semuanya hanya bersumber pada Pendidikan Kewarganegaran. Dalam makalah ini kami mencoba sedikit membahas tentang Masyarakat Madani yang cukup panjang pembahasannya namun, kami telah berusaha untuk lebih teliti dan jeli dalam mempelajarinya. Dengan harapan sebagai seorang mahasiswa yang taat dan paham kita semakin memahami isi pendidikan kewarganegaraan secara benar dan baik. Karena hal yang baik tapi tidak benar??kemudian hal benar namun tidak baik??


B.  Rumusan Masalah
Setelah melewati berbagai pemikiran dan pencarian data, maka kami dapat
menyajikan ada beberapa permasalahan-permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah kami, di antaranya :
1.      Bagaimana pegertian Masyarakat Madani?
2.      Apa saja prinsip-prinsip masyarakat madani?
3.      Bagaimanakah strategi yang digunakan di Indonesia dalam menunjukkan                                                                                                masyarakat madani?
4.      Apa makna dari “civil society”?
5.      Bagaimana kedudukan antara masyarakat madani dan civil society?

C.  Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah agar kita bisa lebih mengenal masyarakat madani dan lebih memudahkan kita untuk mempelajari lebih jauh lagi sehingga dalam proses mempelajarinya kita tidak menemukan kesulitan.


























BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Masyarakat Madani
Konsep “Masyarakat Madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini tahun 1995 adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai Masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk Masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi histories ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam Masyarakat muslim modern.
Menurut Prof. Nafsir Alatas Masyarakat Madani berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu musyarakah dan madinah. musyarakah yang berarti pergaulan atau persekutuan hidup manusia, dalam bahasa latin masyarakat di sebut socius yang kemudian berubah bentuknya menjadi social sedangkan madinah yang berarti kota, atau “tamaddun” yang berarti peradaban. Hal ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat yang di bina Nabi Muhammad Saw setelah beliau berhijrah ke Madinah yang penduduknya dari berbagai jenis etnis dan agama walaupun mayoritas beragama Islam.
Berdasarkan asal-usul pengertian tersebut maka yang di maksud Masyarakat Madani (civil society) adalah masyarakat yang menjujung tinggi nilai–nilai peradaban, yaitu masyarakat yang meletakan prinsip-prinsip nilai dasar masyarakat yang harmonis dan seimbang.
B. Prinsip-Prinsip Masyarakat Madani
Pada dasarnya, prinsip-prinsip dasar masyarakat madani (islami) sebagaimana di ungkapkan dalam Al-Quran dan sunah adalah meliputi:
1. Persaudaraan
2. Persamaan
3. Toleransi
4. Amar ma’ruf-nahi munkar
5. Musyawarah
6. Keadilan
7. Keseimbangan
Allah Swt berfirman:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran [3]: 110).
Dalam prinsip persaudaraan mengingatkan pada kejadian manusia yang berasal dari sumber yang sama, baik laki-laki maupun perempuan (Q 49:10). Di ayat tersebut dijelaskan Nabi Muhammad Saw seorang mukmin terhadap mukmin lainnyan laksana suatu bangunan yang unsur-unsurnya saling menguatkan. Hal ini berarati bahwa suatu masyarakat harus hidup bergotong royang, tolong menolong, dan saling membantu. Dalam prinsip persamaan menunjukan bahwa manusia itu sama, perbedaan kebangsaan, keturunan, jenis kelamin, kekayaan dan jabatan, tidak mengubah posisi seseorang di hadapan Allah Swt. Perbedaan seseorang dengan yang lainnya terletak pada iman dan taqwa (IMTAQ)nya kepada Allah Swt. Dalam prinsip kemerdekaan meliputi bidang agama, politik, dan ekonomi.
C. Pilar penyangga atau pendukung masyarakat Madani
Pilar penyangga atau pendukung Masyarakat Madani diantaranya:
1. Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM)
2. Pers (media masa, telepisi, radio,dll)
3. Supermasi Hukum
4. Peran Perguruan Tinggi
5. Partai Politik
D. Strategi-strategi yang menunjukan Masyarakat Madani di Indonesia.
Ada tiga strategi yang menunjukan masyarakat Madani di Indonesia diantaranya:
1. Strategi lebih mementingkan intregrasi national dan politik atau stuktural
2. Strategi mengutamakan reformasi sistem politik yang sekarang di jalankan
3. Strategi membangun masyarakat madani atau cultural.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran [3]: 110).
Konsep “Masyarakat Madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai Masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk Masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi histories ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam Masyarakat muslim modern.
E. Makna Civil Society
“Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan Masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep sivil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara histories, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, john Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan Masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi Gereja (larry Diamond, 2003: 278). Cornelis Lay melihat substansi civil society mengacu kepada pluralitas bentuk dari kelompok-kelompok independen (asosiasi lembaga kolektipitas, perwakilan kepentingan) dan sekaligus sebagai raut-raut dari pendapat umum dan Komunikasi yang indipenden. Ia adalah agen, sekaligus hasil dari tranformasi social (kornelis lay, 2004:61). Sementara menurut havnes, tekanan dari “masarakat sipil” sering memaksa pemerintah untuk mengumumkan program-program Demokrasi, menyatakan agenda reformasi politik, merencanakan dan menylenggarakan pemilihan umum multipartai, yang demi kejujuran diawasi oleh tim pengamat internasional (jeff Haynes, 2000: 28). Menurut AS Hikam, civil society adalah satu Wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan, dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kehidupan matrial, dan tidak terserap di dalam jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi.
Ciri-ciri utama civil society, munurut AS Hikam ada tiga, yaitu:
(1)   Adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu- individu dan kelompok-kelompok
dalam masarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara;
(2)   Adanya ruangan publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari
warga negara melalui wancana dan Praksis yang berkaitan dengan kepentingan publik, dan
(3) Adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.
Dalam arti politik, Civil Society bertujuan melindungi individu terhadap kesewenang-wenangan negara dan berfungsi sebagai kekuatan moral yang mengimbangi praktik-praktik politik pemerintah dan lembaga-lembaga politik lainnya. Dalam arti ekonomi, sivil society berusaha melindungi Masyarakat dan individu terhadap ketidakpastian global dan cengkeraman konglomerasi dengan menciptakan jaringan ekonomi mandiri untuk kebutuhan pokok, dalam bentuk Koperasi misalnya. Oleh karena itu, prinsip sivil society bukan pencapaian kekuasaan, tetapi diberlakukannya prinsip-prinsip Demokrasi dan harus selalu menghindarkan diri dari kooptasi dari pihak penguasa (Haryatmoko 2003: 212).

F. Antara Masyarakat Madani dan Civil Society
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, Masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep diluar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan Masyarakat Madani yang dijadikan pembenaran atas pembentukan sivil society di Masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan diantara keduanya. Menurut pengamatan A.Syafii Maarif, Masyarakat sipil yang berkembang dalam Masyarakat Barat secara teoritis bercorak egilitarian, toleran, dan terbuka, nilai-nilai yang juga dimiliki Masyarakat madinah hasil bentukan Rasulullah.
Masyarakat sipil lahir dan berkembang dalam asuahan liberallisme sehingga hasil Masyarakat yang dihasilkannyapun lebih menekankan peranan dan kebebasan individu, persoalan keadilan social dan ekonomi masih tanda Tanya. Sedangkan dalam Masyarakat madani, keadilan adalah satu pilar utamanya. Perbedaan lain antara civil society dengan Masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan Masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga sivil society mempunya moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan Masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan.
Dari alasan ini Maarif mendefinisikan Masyarakat madani sebagai sebuah Masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik moral transcendental yang bersumber dari Wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84). Masyarakat Madinah, yang oleh Cak Nur dijadikan tipologi Masyarakat madani, merupakan Masyarakat yang demokratis. Dalam arti bahwa hubungan antar kelompok Masyarakat, sebagaimana yang terdapat dalam poin-poin Piagam Madinah, mencerminkan egalitarianisme (setiap kelompok mempunyai hak dan kedudukan yang sama), penghormatan terhadap kelompok lain, kebijakan diambil dengan melibatkan kelompok Masyarakat (seperti penetapan strategi perang), dan pelaku ketidak adilan, dari kelompok manapun, diganjar dengan hukuman yang berlaku.
Robert N.Bellah, mantan Guru Besar Sosiologi Universitas Califonia, Berkeley Amerika Serikat, menyatakan bahwa komunitas muslim awal merupakan Masyarakat yang demokratis untuk masanya. Indikasinya, menurut Bellah, tingginya tingkat komitmen, keterlibatan dan partisipasi Masyarakat dalam membuat kebijakan publik serta keterbukaan posisi pemimpin yang disimbolkan dengan pengangkatan pemimpin tidak berdasarkan keturunan (beredities), tapi kemampuan (Robert N Bellah, 2000: 211).Perunjukan Masyarakat Madinah sebagai kerangka acuan dalam membangun tatanan Masyarakat Muslim modern merupakan keharusan. Dengan alasan, Masyarakat Madinah adalah umat yang terbaik dalam pandangan Allah. Firman-Nya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah,” (QS Ali Imran [3]: 110). Menurut Quraish Shihab, Masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik oleh Masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya shihab menjelaskan, kaum muslim awal menjadi “khaeru ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).
Perujukan terhadap Masyarakat Madinah sebagai tipikal Masyarakat ideal bukan pada peniruan stuktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakata ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk ilahi, maupun persatuan dan kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105). Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui llahi adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam QS an-Nahl [6]: 125.
Dalam rangka membangun “masayrakat madani modert”, meneladani Nabi bukan hanya penapilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun sesama umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya. Kita juga harus meneladani sikap kaum muslim awal yang tidak mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan mereka bersikap seimbang (tawassulth) dalam mengejar kebahagian dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada Masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam menunggu Waktu saja.
Mengatasi kebobrokan bangsa hendaknya dimulai dari komunitas yang kecil, yaitu keluarga. Penciptaan generasi “rabani” tidak mungkin berhasil tanpa peranan seorang ibu. Sedini mungkin seorang ibu harus menanamkan keimanan, akidah, dan moral yang besar sebagai tameng agar anak-anak di Masyarakat tidak terjerumus dalam tindak asusila dan kriminal sekaligus filter untuk membedakan antara perbuatan baik dan buruk. Karena itu, bisa dikatakan bahwa ibu adalah benteng moral bangsa. Semoga para ibu melakukan fungsinya dengan baik dan benar agar bangsa ini terhindar dari kehancuran moral.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanyakesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan bagaimana cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman Rasullullah.
Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.
Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.
Demikianlah makalah rangkuman materi yang dapat kami sampaikan pada kesempatan kali ini semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti kata-katanya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan datang.
B.  Saran
Demikian makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan baik dalam penjelasan maupun dalam penulisan kami mohon maaf . Kami mengharap kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi sumber rujukan sehingga menjadikan apa yang kami buat ini lebih baik di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.









DAFTAR PUSTAKA

Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate Muslim Indonesia: Jakarta.
Mansur, Hamdan. 2004. Materi Instrusional Pendidikan Agama Islam. Depag RI: Jakarta.
Suharto, Edi. 2002. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme Community Workers Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan. STKS Bandung: Bandung.
Sosrosoediro, Endang Rudiatin. 2007. Dari Civil Society Ke Civil Religion. MUI: Jakarta.
Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan. Pikiran Rakyat: Bandung.
Suryana, A. Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara: Bandung
Sudarsono. 1992. Pokok-pokok Hukum Islam. Rineka Cipta: Jakarta.
Tim Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Prenada Media: Jakarta.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar