Minggu, 30 Oktober 2016

makalah hukum pidana



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dari sudut luas berlakunya, dasar-dasar di peringannya pidana terhadap si pembuat dalam undang-undang dapat dibedakan menjdi dua, yaitu dasar-dasar diperingannya pidana umum dan dasar-dasar diperingnnya pidana khusus. Dasar umum berlaku pada tindak pidana umumnya, sedangkan dasar khusus hanya berlaku padatindak pidana khusus tertentu saja.

Dan disebagain tindak pidana tertentu, ada pula dicantumkan dasar peringan tertentu, yang hanya berlaku khusus terhadap tindak pidana yang di sebutkan itu saja, dan tidak berlaku umum untuk segala macam tindak pidana. Dasar peringan pidana khusus ini tersebar di dalam pasal – pasal KUHP.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Dasar –dasar  yang menyebabkan diperinganya pidana umum ?
2.    Bagaimana Dasar- dasar yang menyebabkan diperinganya pidana khusus ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Dasar-dasar yang Menyebabkan Diperingannya Pidana Umum
1.             Menurut KUHP : Belum Berumur 16 Tahun
Bab III KUHP mengatur tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan pidana. Tentang hal yang memeperingan (mengurangkan) pidana dimuat dalam pasal 45, 46 dan 47. Akan tetapi sejak berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak (diundangkan tanggal 3 Januari 1997 dan berlaku sejak tanggal 3 Januari 1998), ketiga pasal itu telah tidak berlaku lagi (Pasal 67). Kini penting hanya dari segi sejarah hukum pidana, khususnya pidana anak. Sebelum membicarakn tentang hal yang memperingan pidana bagi anak menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, baik juga kiranya untuk sekadar diketahui, secara sepintas dibicarakan ketiga pasal tersebut.
Menurut pasal 45 ialah hal yang memperingan pidana ialah sebab si pembuat adalah seorang anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun. Inilah satu-satunya dasar yang memperingan pidana umum yang ditentukan dalam Bab III Buku I.
Menurut pasal 45, bahwa terhadap seseorang yang belum dewasa yang di tuntut pidana karena melakukan suatu perbuatan ketike umurnya belum 16 (enam belas) tahun, maka hakim dapat menentukan salah satu di antara 3 (tiga) kemungkinan, yaitu :
1.    Memerinahkan agar anak itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun;
2.    Memerintahkan agar anak itu diserahkan kepada pemerintah, tanpa pidana apapun, ialah apabila perbuatan yang di lakukannya berupa kejahatan atau salah satu pelanggaran Pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536, dan 540 dan belum lewat 2 tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas dengan putusan yang telah menjadi tetap;
3.    Menjatuhkan pidana;
Kemungkinan yang pertama dan yang kedua adalah berupa tindakan (maatregel). Pada kemungkinan yang kedua, yang berupa menyerahkan anak itu pada pemerintah, dapat dipilih oleh hakim, dalam 2 hal yaitu :
1.    Dalam hal anak itu melakukan kejahatan;
2.    Dalam hal anak itu melakukan pelanggaran:
a.       Terhadap Pasal-pasal : 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536, dan 540;
b.      Yang pelanggaran mana belum lewat 2 (dua) tahun (pengulangan) sejak dijatuhi pidana dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Apabila hakim memerintahkan anak itu diserahkan pada pemerintah, menurut pasal 46 maka ia :
1.    Dimasukkan pada rumah pendidikan negara untuk menerima pendidikan dari pemerintah, atau dikemudian hari dengan cara lain; atau
2.    Dierhkan pada:
·      Seseorang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia; atau
·      Suatu badan hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia;
Untuk menyelenggarakan pendidikannya atas tanggungan pemerintah, atau dikemudian hari dengan cara lain, kedua hal di atas dijalankan sampai anak itu berumur 18 tahun.
Apabila hakim memilih yang ketiga, yakni dengan menjatuhkan pidana, dalam hal ini (menurut pasal 47) terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu :
1.    Pertama, dalam hak tindak pidana yang tidak di ancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka hakim menjatuhkan pidan yang berat atau lamanya adalah maksimum pidana pokok yang diancamkan pada tindak pidana yang dilakukan itu dikurangi sepertiganya.
2.    Kedua, dalam hal kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka tidak dapat dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, melainkan hakim menjatuhi pidana penjara selama-lamanya 15 (lima belas) tahun.
Sedangkan pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu dn pengumuman putusan hakim tidak dapat dijatuhkan (47 ayat 3). Adapun maksud ketentuan ini adalah memberi perlindungan hukum kepada terpidana anak bagi anak bagi nasib dan kehidupan di masa depan.
2.             Menurut UU No. 3 Tahun 1997 : Anak yang Umurnya Telah Mencapai 8 Tahun Tetapi belum 18 Tahun dan Belum Kawin
Kini setelah pasal 45, 46 dan 47 tidak berlaku lagi, kedudukan sebagai dasar peringanan pidana yang bersifat umum, digantikan oleh Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 dasar peringanan pidana umum ialah sebab pembuatnya anak (disebut anak nakal) yang umurnya telah 8 (delapan) tahun tetapi belum 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dan belum berumur 8 (delapan) tahun tidak dapat diajukan ke pengadilan tetapi dapat dilakukan penyidikan (pasal 5), dan dalam hal ini terdapat dua  kemungkinan, ialah :
a.    Jika penyidik berpendapat anak itu masih dapat di bina oleh orang tua, walinya atau orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan kembali anak itu kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya.
b.    Jika penyidik berpendapat bahwa anak itu tidak dapat di bina lagi oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan anak itu kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Dasar peringanan pidana menurut UU No. 3 Tahun 1997, terdapat 2 (dua) unsur kumulatif yang menjadi syaratnya, ialah: pertama mengenai: umurnya (telah 8 tahun tapi belum 18 tahun) dan yang kedua mengenai: belum pernah menikah. Dalam sistem hukum kita, selain umur juga perkawinan adalah menjadi sebab kedewasaan seseorang.
Sama dengan KUHP, UU No. 3 Tahun 1997 ini juga terhadap anak  (KUHP: belum berumur 16 Tahun, UU ini telah berumur 8 tahun tapi belum 18 tahun dan belum pernah kawin) yang terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana, hakim dapat menjatuhkan satu di antara dua kemungkinan, ialah menjatuhkan pidana atau menjatuhkan tindakan (pasal 21).
Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal yang melakukan tindak pidana ialah pidana pokok dan pidana tambahan (23 ayat 1). Pidana pokoknya ada 4 macam (23 ayat 2), ialah :
a.    Pidana penjara;
b.    Pidana kurungan;
c.    Pidana denda; atau
d.   Pidana pengawasan.
Sedangkan pidana tambahan bagi Anak Nakal (23 ayat 5) ialah :
a.    Pidana perampasan barang-barang tertentu; dan atau
b.    Pembayaran ganti rugi.
Sedangkan tindakan yang dapat di jatuhkan kepada Anak nakal ialah:
a.    Mengembalikannya kepada orang tua, wali atau orang tua asuh;
b.    Menyerahkan kepada negara untuk mrngikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja; atau
c.    Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja (24 ayat 1).
Dalam hal pidana penjara, dibedakan menjadi 2 (dua) kategori (pasal 26), yaitu:
a.    Untuk tindak pidana yang tidak di ancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat di jatuhkan ialah paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang di ancamkan pada tindak pidana yang bersangkutan bagi orang dewasa (26 ayat 1);
b.    Sedangkan untuk tindak pidana yang di ancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dapat dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya 10 tahun ialah hanya terhadap Anak Nakal yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tapi belum 18 (delapan belas) tahun (23 ayat 2).
Pidana penjara yang dimaksud di atas, hanya boleh dijatuhkan pada Anak Nakal yang telah berusia 12 (dua belas) tahun tapi belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Terhadap Anak Nakal yang belum berumur 12 (dua belas) tahun, tidak dapat di jatuhkan pidana penjara, melainkan dengan tindakan, yang dibedakan yakni :
a.    Dalam hal tindak pidana yang di ancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka di jatuhkan tindakan berupa menyerahkan anak itu kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja (23 ayat 3 Jo 24). Tindakan ini adalah imperatif, yakni suatu keharusan.
b.    Dalam hal tindak pidana yang tidak di ancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka tindakn dapat berupa salah satu dari :
1)        Mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya;
2)        Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau
3)        Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja (26 ayat 4 Jo 24 ayat 1).
Mengenai pidana kurungan, dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana kurungan yang diancamkan pada tindak pidana yang bersangkutan bagi orang dewasa (pasal 27).
Demikian juga pidana denda, dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak ½ (satu perdua) dari maksimum pidana denda yang diancamkan pada tindak pidana yang bersangkutan bagi orang dewasa (28 ayat 1). Apabila denda yang dijatuhkan hakim tidak dapat di bayar, maka di ganti dengan pidana pengganti denda berupa “wajib latihan kerja”, yang lamanya ditetapkan hakim (paling lama 90 hari kerja dengan sehari paling lama 4 jam kerja). (28 ayat 2,3).
Pidana pengawasan dapat dijatuhkan oleh hakim paling lama 2 (dua) tahun dan paling singkat 3 (tiga) bulan. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana pengawasan, maka anak tersebut ditempatkan di bawah pengawasan Jaksa dan Pembimbing Kemasyarakatan, yang tata pelaksanaannya ditentukan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (pasal 30).
Terhadap Anak Nakal, pidana yang dijattuhkan dapatdiberikan dengan bersyarat, yakni dalam hal hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 2 (dua) thun (29 ayat 1).
Nyatalah kini-setelah tidak berlaku lagi ketentuan pasal 45, 46 dan 47 KUHP, maka dasar peringanan pidana ialah umur yang telah berumur 8 tahun tetapi belum berumur 18 tahun dan belum pernah kawin, yang bentuk peringanannya ialah berupa sebanyak-banyaknya pidana yang dijatuhkan ialah ½  (satu perdua) dari anacaman pidana pada tindak pidana yang bersangkutan bagi orang dewasa, baik untuk pidana penjara, kurungan dan denda.
Bahwa perbedaan antara ketentuan mengenai hal peringanan pidana menurut KUHP dengan UU No. 3 tahun 1997, antara lain ialah :
a.    Batasan anak yang dapat diperingan pidananya dalam hal melakukan tindak pidana, menurut KUHP ialah belum berumur (enam belas) tahun, sedangkan menurut UU No. 3 tahun 1997 ialah berumur 8 (delapan) tahun tapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
b.    Jenis pidana pokok yang dapat dijatuhkan menurut KUHP ada 3 jenis, ialah pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda. Sedangkan menurut UU No. 3 tahun 1997 ada 4 jenis, ialah selain 3 (tiga) jenis pidana pokok tersebut, juga pidana pengawasan;
c.    Jenis pidana tambahan yang dapat dijatuhkan menurut KUHP ialah hanya pidana perampasan barang tertentu. Sedangkan menurut UU No. 3 tahun 1997 selain pidana perampasan barng tertentu, juga pidana pembayaran ganti rugi.
d.   Batasan dapat dijatuhkannya pidana dengan bersyarat menurut KUHP ialah dalam hal hakim menjatuhakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun; pidana kurungan atau pidana denda (pasal 14a). Sedangkan menurut UU. No. 3 tahun 1997 hakim boleh menjatuhkan pidana dengan bersyarat hanyalah mengenai pidana penjara saja yang paling lama 2 (dua) tahun, dan tidak pada pidana kurungan dan pidana denda (pasal 29).
e.    Menurut KUHP, dalam hal hakim menjatuhka pidana denda, dan denda tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan pengganti denda yang lamanya minimum 1 (satu) hari dan maksimum 6 (enam) bulan, dan dalam hal ada pemberatan pidana diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan (pasal 30). Menurut UU No. 3 tahun 1997 bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan wajib latihan kerja paling lama 90 (sembilan puluh) hari yang tiap hari tidak lebih dari 4 jam latihan kerja (pasal 28), dan tidak dapat diperpanjag dengan alasan apapun.
f.     Terhadap anak yang berumur 16 (enam belas) tahun yang melakukan tindak pidana yang di ancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, menurut KUHP hanya dapat dipidana penjara selama-lamanya 15 tahun. Tetapi menurut UU No. 3 tahun 1997 terhadap Anak Nakal yang berumur 12 (dua belas) tahun tapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, hanya dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun.
g.    Anak Nakal yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup menurut KUHP, tidak ditentukan batas umur minimalnya untuk dapat dijatuhkan pidana penjara maksimum 15 tahun. Sedangkan menurut UU No. 3 tahun 1997, ditentukan batas umur minimalnya ialah telah berumur 12 tahun untuk dapatnya dipidana penjara maksimum 10 tahun.

3.             Perihal Percobaan Kejahatan dan Pembantuan Kejahatan
Bagaimana dengan percobaan kejahatan dan pembantuan kejahatan, yang menurut Undang-Undang (Pasal: 53 Ayat 2 dan 57 Ayat 1) pidana maksimum terhadap sipembuatnya dikurangi sepertiga dari ancaman maksimum pada kejahatan yang bersangkutan ?. pada kenyataanya menurut undang-undang kepada sipembuat yang gagal atau tidak selesai melakukan kejahatan dan demikian juga orang yang membantu orang lain dalam melakukan kejahatan, ancaman pidannya dikurangi sepertiga dari ancaman maksimum pada kejahatan yang dilakukan. Berarti disini ada peringanan pidana, jika di bandingkan dengan pembuat kejahatan selesai atau bagi si pembuatnya (pleger: pelaku pelaksana) sendiri. Tetapi sesungguhnya percobaan dan pembantuan ini adalah berupa dasar peringanan yang semu, bukan dasar peringanan yang sebenarnya (Jonkers, 1987:279). Mengapa demikian ?
Oleh karena :
·      Pertama, percobaan dan pembantuan adalah suatu ketentuan/aturan umum (yang di bentuk oleh pembentuk undang-undang) menganai penjatuhan pidana terhadap pembuat yang gagal dan orang yang membantu orang lain melakukan kejahatan, yang artinya orang yang mencoba itu atau orang yang membantu (pelku pembantu) tidak mewujudkan suatu tindak pidana tertentu, hanya mengambil sebagian syarat dari sekian syarat dari tindak pidana tertentu. Wujud-wujud perbuatan apa yang dilakukan oleh pelaku pencoba atau pelaku pembantu tidaklah memenuhi syarat bagi suatu tindak pidana tertentu selesai, pada dasarnya ia tidak melakukan kejahatan-dan pada dasarnya pula ia tidak dipidana. Hanya karena oleh undang-undang saja yang menentukan dipidananya. Percobaan dan pembantuan adalah hal mengenai perluasan pertanggungjawaban pidana. Oleh sebab itu andaikata pembentuk undang-undang tidak menentukan dapatnya dipidana pada orang yang mencoba kejahatan atau orang yang membantu kejahatan, pastilah dia tidak dipidana.
·      Kedua, ketentuan mengenai dipidananya pembuat yang gagal (percobaan) dan pembuat pembantu (medeplicghtige) tidak di muat dalam Bab III Buku I tentang “hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pidana”. Apabila pembentuk undang-undang berpandangan bahwa percobaan dan pembantuan itu adalah sebagai alasan pengurangan pidana sebagaimana halnya anak yang usianya belum 16 tahun, dan bermaksud demikian, tentulahhal percobaan dan hal pembantuan dimaksukkan dalam Bab III Buku I ini, dan tidak di dalam bab yang lain.
B. Dasar-dasar yang Menyebabkan Diperingannya Pidana Khusus
Disebagain tindak pidana tertentu, ada pula dicantumkan dasar peringan tertentu, yang hanya berlaku khusus terhadap tindak pidana yang di sebutkan itu saja, dan tidak berlaku umum untuk segala macam tindak pidana. Dasar peringan pidana khusus ini tersebar di dalam pasal – pasal KUHP.
Untuk dapatnya dinyatakan suatu tindak pidana sebagai lebih ringan tentu ada pembandingnya. Dalam tindak pidana lebih ringan inilah ada unsur yang menyebabkan diperinganya pidana terhadap si pembuatnya. Tindak pidana bandinganya atau pembandinganya itu ada 2 (dua), yaitu ;
1.      Pertama, biasanya pada tindak pidana dalam bentuk pokok, di sebut juga bentuk biasa atau bentuk standard (eenvoudige delicten;
2.      Kedua, pada tindak pidana lainya (serta bukan termasuk bentuk pokok), tapi perbuatanya serta syarat – syarat lainnya sama..
Pertama, ada macam tindak pidana tertentu yang dapat dibedakan atau diklompokkan ke dalam bentuk pokok,  yang lebih berat dan yang lebih ringan. Pada tindak pidana bentuk ringan (sama jenisya),di dalamya terdapat unsur tertentu yang menyebabkan tindak pidana tersebut menjadi lebih ringan  darpada bentuk pokoknya. Unsur penyebab ringanya inilah yang di maksud dengan “dasar diperinganannya  pidana khusus.
Contohnya, tindak pidana dalam bentuk pokok: pembunuhan(338), penganiyayaan (378 ayat 1), pencurian(362), pengelapan(372), penipuan(378). Pada tindak – tindak pidana dalam jenis yang sama (contoh di atas ), yaitu pembunuhan dalam hal yang meringankan (341), penganiyayaan ringan (373), pencurian ringan(379).
Dasar penyebab diperiganya tindak pidana - tindak pidana tersebut, yaitu:
1.      pada pembunhan pasal 341 ialah pembuatnya adalah seseorang ibu, dan objeknya adalah bayinya sendiri.
2.      Pada penganyaan ringan ialah akibat perbuatan berupa tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencariaan(352)
3.      Pada pencurian ringan ialah (1) tidak dilakukan dalam sebuah kediaman atau pekarangan yang tertutup yang di dalamnya ada tempat kediaman, dan (2) nilai/ harga benda (objek) kurang dari Rp 250,-(364);
4.      Pengelapan ringan ialah: (1) objek kejahtanya bukan ternak, (2) dan (2) nilai benda/objek kejahatan kurang dari Rp 250,-(379);
5.      Penipuan ringan ialah (1) objek kejahatan bukan ternak ,dan (2) nilai benda-objek kejahatan kurang dari Rp 250,-(379)
Kedua, disebut tindak pidana yang lebih ringan, yang pembanding lebih ringanya itu bukan pada bentuk pokok, tetapi pada perbuatan serta syarat- syarat lainnya yang sama. Contohnya,  kejahatan meningalkan bayi karena takut diketahui melahirkan pada pasal 305.
Paasal 305, melarang orang menempatkan anak yang umumnya belum 7 (tujuh) tahun untuk ditemukan atau meninggalkan  anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, yang diancam dengan pidana penjara maksimum 5 (lma) tahun 6 (enam) bulan. Sedangakan pasal 308 kejahatan yang seperti itu jika dilakukan oleh seorang ibu terhadap bayinya sendiri tidak lama setelah ia melahirkan bayinya itu, karena takut diketahui melahirkanya, maka pidana terhadap si ibu ini maksimum separuh dari ancaman pidana pada pasal 305. Hal yang meringankan dari pasal 308 ini ialah: (1) pelakunya ialah seorang ibu, dan (2) dilakukan kejahatan itu pada bayinya sendiri, dan (3) takut diketahui melahirkan bayi. Dasar peringan  pidana disini berdiri secara kumulatif.






                                                                                     












BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Menurut pasal 45 ialah hal yang memperingan pidana ialah sebab si pembuat adalah seorang anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun. Inilah satu-satunya dasar yang memperingan pidana umum yang ditentukan dalam Bab III Buku I.
Apabila hakim memerintahkan anak itu diserahkan pada pemerintah, menurut pasal 46 maka ia :
3.    Dimasukkan pada rumah pendidikan negara untuk menerima pendidikan dari pemerintah, atau dikemudian hari dengan cara lain; atau
4.    Dierhkan pada:
·      Seseorang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia; atau
·      Suatu badan hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia;
Apabila hakim memilih yang ketiga, yakni dengan menjatuhkan pidana, dalam hal ini (menurut pasal 47) terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu :
3.    Pertama, dalam hak tindak pidana yang tidak di ancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka hakim menjatuhkan pidan yang berat atau lamanya adalah maksimum pidana pokok yang diancamkan pada tindak pidana yang dilakukan itu dikurangi sepertiganya.
4.    Kedua, dalam hal kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka tidak dapat dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, melainkan hakim menjatuhi pidana penjara selama-lamanya 15 (lima belas) tahun.

B.  Saran
Apabila terdapat kejanggalan ataupun kesalan baik dalam penulisan maupun isinya, kami harapkan kesediaan rekan-rekan untuk menyampaikan keritikan dan saran  demi perbaikan makalah ini nantinya.


DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazawi, Pelajaran hukum Pidana Bagian 2, Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar