BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari sudut luas berlakunya, dasar-dasar di
peringannya pidana terhadap si pembuat dalam undang-undang dapat dibedakan
menjdi dua, yaitu dasar-dasar diperingannya pidana umum dan dasar-dasar
diperingnnya pidana khusus. Dasar umum berlaku pada tindak pidana umumnya,
sedangkan dasar khusus hanya berlaku padatindak pidana khusus tertentu saja.
Dan
disebagain tindak pidana tertentu, ada pula dicantumkan dasar peringan
tertentu, yang hanya berlaku khusus terhadap tindak pidana yang di sebutkan itu
saja, dan tidak berlaku umum untuk segala macam tindak pidana. Dasar peringan
pidana khusus ini tersebar di dalam pasal – pasal KUHP.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Dasar –dasar yang menyebabkan
diperinganya pidana umum ?
2.
Bagaimana
Dasar- dasar yang menyebabkan diperinganya pidana khusus ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar-dasar yang
Menyebabkan Diperingannya Pidana Umum
1.
Menurut
KUHP : Belum Berumur 16 Tahun
Bab
III KUHP mengatur tentang hal-hal yang menghapuskan, mengurangkan atau
memberatkan pidana. Tentang hal yang memeperingan (mengurangkan) pidana dimuat
dalam pasal 45, 46 dan 47. Akan tetapi sejak berlakunya Undang-Undang No. 3
Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak (diundangkan tanggal 3 Januari 1997 dan
berlaku sejak tanggal 3 Januari 1998), ketiga pasal itu telah tidak berlaku
lagi (Pasal 67). Kini penting hanya dari segi sejarah hukum pidana, khususnya
pidana anak. Sebelum membicarakn tentang hal yang memperingan pidana bagi anak
menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, baik juga kiranya untuk sekadar
diketahui, secara sepintas dibicarakan ketiga pasal tersebut.
Menurut
pasal 45 ialah hal yang memperingan pidana ialah sebab si pembuat adalah
seorang anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun. Inilah
satu-satunya dasar yang memperingan pidana umum yang ditentukan dalam Bab III
Buku I.
Menurut
pasal 45, bahwa terhadap seseorang yang belum dewasa yang di tuntut pidana
karena melakukan suatu perbuatan ketike umurnya belum 16 (enam belas) tahun,
maka hakim dapat menentukan salah satu di antara 3 (tiga) kemungkinan, yaitu :
1.
Memerinahkan
agar anak itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya,
tanpa pidana apapun;
2.
Memerintahkan
agar anak itu diserahkan kepada pemerintah, tanpa pidana apapun, ialah apabila
perbuatan yang di lakukannya berupa kejahatan atau salah satu pelanggaran
Pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517-519, 526, 531, 532,
536, dan 540 dan belum lewat 2 tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan
kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas dengan putusan yang
telah menjadi tetap;
3.
Menjatuhkan
pidana;
Kemungkinan
yang pertama dan yang kedua adalah berupa tindakan (maatregel). Pada
kemungkinan yang kedua, yang berupa menyerahkan anak itu pada pemerintah, dapat
dipilih oleh hakim, dalam 2 hal yaitu :
1.
Dalam hal anak
itu melakukan kejahatan;
2.
Dalam hal anak
itu melakukan pelanggaran:
a. Terhadap
Pasal-pasal : 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517-519, 526, 531, 532,
536, dan 540;
b. Yang
pelanggaran mana belum lewat 2 (dua) tahun (pengulangan) sejak dijatuhi pidana
dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Apabila
hakim memerintahkan anak itu diserahkan pada pemerintah, menurut pasal 46 maka
ia :
1.
Dimasukkan pada
rumah pendidikan negara untuk menerima pendidikan dari pemerintah, atau
dikemudian hari dengan cara lain; atau
2.
Dierhkan pada:
· Seseorang
tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia; atau
· Suatu
badan hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia;
Untuk
menyelenggarakan pendidikannya atas tanggungan pemerintah, atau dikemudian hari
dengan cara lain, kedua hal di atas dijalankan sampai anak itu berumur 18
tahun.
Apabila
hakim memilih yang ketiga, yakni dengan menjatuhkan pidana, dalam hal ini
(menurut pasal 47) terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu :
1.
Pertama,
dalam
hak tindak pidana yang tidak di ancam pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, maka hakim menjatuhkan pidan yang berat atau lamanya adalah maksimum
pidana pokok yang diancamkan pada tindak pidana yang dilakukan itu dikurangi
sepertiganya.
2.
Kedua,
dalam
hal kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka
tidak dapat dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, melainkan
hakim menjatuhi pidana penjara selama-lamanya 15 (lima belas) tahun.
Sedangkan
pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu dn pengumuman putusan hakim tidak
dapat dijatuhkan (47 ayat 3). Adapun maksud ketentuan ini adalah memberi perlindungan
hukum kepada terpidana anak bagi anak bagi nasib dan kehidupan di masa depan.
2.
Menurut
UU No. 3 Tahun 1997 : Anak yang Umurnya Telah Mencapai 8 Tahun Tetapi belum 18
Tahun dan Belum Kawin
Kini setelah pasal 45, 46 dan 47 tidak berlaku lagi,
kedudukan sebagai dasar peringanan pidana yang bersifat umum, digantikan oleh
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 dasar peringanan pidana umum ialah sebab
pembuatnya anak (disebut anak nakal) yang umurnya telah 8 (delapan) tahun tetapi
belum 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan anak yang
diduga telah melakukan tindak pidana dan belum berumur 8 (delapan) tahun tidak
dapat diajukan ke pengadilan tetapi dapat dilakukan penyidikan (pasal 5), dan
dalam hal ini terdapat dua kemungkinan,
ialah :
a.
Jika penyidik
berpendapat anak itu masih dapat di bina oleh orang tua, walinya atau orang tua
asuhnya, maka penyidik menyerahkan kembali anak itu kepada orang tua, wali atau
orang tua asuhnya.
b.
Jika penyidik
berpendapat bahwa anak itu tidak dapat di bina lagi oleh orang tua, wali atau
orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan anak itu kepada Departemen Sosial
setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Dasar peringanan pidana menurut UU No. 3 Tahun 1997,
terdapat 2 (dua) unsur kumulatif yang menjadi syaratnya, ialah: pertama mengenai: umurnya (telah 8 tahun
tapi belum 18 tahun) dan yang kedua mengenai:
belum pernah menikah. Dalam sistem hukum kita, selain umur juga perkawinan
adalah menjadi sebab kedewasaan seseorang.
Sama dengan KUHP, UU No. 3 Tahun 1997 ini juga
terhadap anak (KUHP: belum berumur 16
Tahun, UU ini telah berumur 8 tahun tapi belum 18 tahun dan belum pernah kawin)
yang terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana, hakim dapat menjatuhkan satu
di antara dua kemungkinan, ialah menjatuhkan pidana atau menjatuhkan tindakan
(pasal 21).
Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal yang
melakukan tindak pidana ialah pidana pokok dan pidana tambahan (23 ayat 1).
Pidana pokoknya ada 4 macam (23 ayat 2), ialah :
a.
Pidana penjara;
b.
Pidana kurungan;
c.
Pidana denda;
atau
d.
Pidana
pengawasan.
Sedangkan pidana tambahan bagi Anak Nakal (23 ayat
5) ialah :
a.
Pidana
perampasan barang-barang tertentu; dan atau
b.
Pembayaran ganti
rugi.
Sedangkan tindakan yang dapat di jatuhkan kepada
Anak nakal ialah:
a.
Mengembalikannya
kepada orang tua, wali atau orang tua asuh;
b.
Menyerahkan
kepada negara untuk mrngikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja; atau
c.
Menyerahkan
kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak
di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja (24 ayat 1).
Dalam hal pidana penjara, dibedakan menjadi 2 (dua)
kategori (pasal 26), yaitu:
a.
Untuk tindak
pidana yang tidak di ancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka
pidana penjara yang dapat di jatuhkan ialah paling lama ½ (satu
perdua) dari maksimum pidana penjara yang di ancamkan pada tindak pidana yang
bersangkutan bagi orang dewasa (26 ayat 1);
b.
Sedangkan untuk
tindak pidana yang di ancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
dapat dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya 10 tahun ialah hanya terhadap
Anak Nakal yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tapi belum 18 (delapan
belas) tahun (23 ayat 2).
Pidana
penjara yang dimaksud di atas, hanya boleh dijatuhkan pada Anak Nakal yang
telah berusia 12 (dua belas) tahun tapi belum berusia 18 (delapan belas) tahun.
Terhadap Anak Nakal yang belum berumur 12 (dua belas) tahun, tidak dapat di
jatuhkan pidana penjara, melainkan dengan tindakan, yang dibedakan yakni :
a.
Dalam hal tindak
pidana yang di ancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka
di jatuhkan tindakan berupa menyerahkan anak itu kepada negara untuk mengikuti
pendidikan, pembinaan dan latihan kerja (23 ayat 3 Jo 24). Tindakan ini adalah
imperatif, yakni suatu keharusan.
b.
Dalam hal tindak
pidana yang tidak di ancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
maka tindakn dapat berupa salah satu dari :
1)
Mengembalikan
kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya;
2)
Menyerahkan
kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau
3)
Menyerahkan
kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak
di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja (26 ayat 4 Jo 24 ayat 1).
Mengenai
pidana kurungan, dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling lama ½ (satu
perdua) dari maksimum ancaman pidana kurungan yang diancamkan pada tindak
pidana yang bersangkutan bagi orang dewasa (pasal 27).
Demikian
juga pidana denda, dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak ½
(satu perdua) dari maksimum pidana denda yang diancamkan pada tindak pidana
yang bersangkutan bagi orang dewasa (28 ayat 1). Apabila denda yang dijatuhkan
hakim tidak dapat di bayar, maka di ganti dengan pidana pengganti denda berupa
“wajib latihan kerja”, yang lamanya ditetapkan hakim (paling lama 90 hari kerja
dengan sehari paling lama 4 jam kerja). (28 ayat 2,3).
Pidana
pengawasan dapat dijatuhkan oleh hakim paling lama 2 (dua) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) bulan. Dalam hal hakim menjatuhkan pidana pengawasan, maka
anak tersebut ditempatkan di bawah pengawasan Jaksa dan Pembimbing
Kemasyarakatan, yang tata pelaksanaannya ditentukan lebih lanjut dalam
peraturan pemerintah (pasal 30).
Terhadap
Anak Nakal, pidana yang dijattuhkan dapatdiberikan dengan bersyarat, yakni
dalam hal hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 2 (dua) thun (29 ayat
1).
Nyatalah
kini-setelah tidak berlaku lagi ketentuan pasal 45, 46 dan 47 KUHP, maka dasar
peringanan pidana ialah umur yang telah berumur 8 tahun tetapi belum berumur 18
tahun dan belum pernah kawin, yang bentuk peringanannya ialah berupa
sebanyak-banyaknya pidana yang dijatuhkan ialah ½ (satu perdua) dari anacaman pidana pada
tindak pidana yang bersangkutan bagi orang dewasa, baik untuk pidana penjara,
kurungan dan denda.
Bahwa
perbedaan antara ketentuan mengenai hal peringanan pidana menurut KUHP dengan
UU No. 3 tahun 1997, antara lain ialah :
a.
Batasan anak
yang dapat diperingan pidananya dalam hal melakukan tindak pidana, menurut KUHP
ialah belum berumur (enam belas) tahun, sedangkan menurut UU No. 3 tahun 1997
ialah berumur 8 (delapan) tahun tapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah kawin.
b.
Jenis pidana
pokok yang dapat dijatuhkan menurut KUHP ada 3 jenis, ialah pidana penjara,
pidana kurungan, dan pidana denda. Sedangkan menurut UU No. 3 tahun 1997 ada 4
jenis, ialah selain 3 (tiga) jenis pidana pokok tersebut, juga pidana
pengawasan;
c.
Jenis pidana
tambahan yang dapat dijatuhkan menurut KUHP ialah hanya pidana perampasan
barang tertentu. Sedangkan menurut UU No. 3 tahun 1997 selain pidana perampasan
barng tertentu, juga pidana pembayaran ganti rugi.
d.
Batasan dapat
dijatuhkannya pidana dengan bersyarat menurut KUHP ialah dalam hal hakim
menjatuhakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun; pidana kurungan atau
pidana denda (pasal 14a). Sedangkan menurut UU. No. 3 tahun 1997 hakim boleh
menjatuhkan pidana dengan bersyarat hanyalah mengenai pidana penjara saja yang
paling lama 2 (dua) tahun, dan tidak pada pidana kurungan dan pidana denda
(pasal 29).
e.
Menurut KUHP,
dalam hal hakim menjatuhka pidana denda, dan denda tidak dibayar, maka diganti
dengan kurungan pengganti denda yang lamanya minimum 1 (satu) hari dan maksimum
6 (enam) bulan, dan dalam hal ada pemberatan pidana diperpanjang menjadi paling
lama 8 (delapan) bulan (pasal 30). Menurut UU No. 3 tahun 1997 bila denda tidak
dibayar, maka diganti dengan wajib latihan kerja paling lama 90 (sembilan
puluh) hari yang tiap hari tidak lebih dari 4 jam latihan kerja (pasal 28), dan
tidak dapat diperpanjag dengan alasan apapun.
f.
Terhadap anak
yang berumur 16 (enam belas) tahun yang melakukan tindak pidana yang di ancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, menurut KUHP hanya dapat
dipidana penjara selama-lamanya 15 tahun. Tetapi menurut UU No. 3 tahun 1997
terhadap Anak Nakal yang berumur 12 (dua belas) tahun tapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup, hanya dapat dipidana penjara paling lama 10
tahun.
g.
Anak Nakal yang
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur
hidup menurut KUHP, tidak ditentukan batas umur minimalnya untuk dapat
dijatuhkan pidana penjara maksimum 15 tahun. Sedangkan menurut UU No. 3 tahun
1997, ditentukan batas umur minimalnya ialah telah berumur 12 tahun untuk
dapatnya dipidana penjara maksimum 10 tahun.
3.
Perihal
Percobaan Kejahatan dan Pembantuan Kejahatan
Bagaimana
dengan percobaan kejahatan dan pembantuan kejahatan, yang menurut Undang-Undang
(Pasal: 53 Ayat 2 dan 57 Ayat 1) pidana maksimum terhadap sipembuatnya
dikurangi sepertiga dari ancaman maksimum pada kejahatan yang bersangkutan ?.
pada kenyataanya menurut undang-undang kepada sipembuat yang gagal atau tidak
selesai melakukan kejahatan dan demikian juga orang yang membantu orang lain
dalam melakukan kejahatan, ancaman pidannya dikurangi sepertiga dari ancaman
maksimum pada kejahatan yang dilakukan. Berarti disini ada peringanan pidana,
jika di bandingkan dengan pembuat kejahatan selesai atau bagi si pembuatnya
(pleger: pelaku pelaksana) sendiri. Tetapi sesungguhnya percobaan dan
pembantuan ini adalah berupa dasar peringanan yang semu, bukan dasar peringanan
yang sebenarnya (Jonkers, 1987:279). Mengapa demikian ?
Oleh
karena :
·
Pertama,
percobaan
dan pembantuan adalah suatu ketentuan/aturan umum (yang di bentuk oleh
pembentuk undang-undang) menganai penjatuhan pidana terhadap pembuat yang gagal
dan orang yang membantu orang lain melakukan kejahatan, yang artinya orang yang
mencoba itu atau orang yang membantu (pelku pembantu) tidak mewujudkan suatu
tindak pidana tertentu, hanya mengambil sebagian syarat dari sekian syarat dari
tindak pidana tertentu. Wujud-wujud perbuatan apa yang dilakukan oleh pelaku pencoba
atau pelaku pembantu tidaklah memenuhi syarat bagi suatu tindak pidana tertentu
selesai, pada dasarnya ia tidak melakukan kejahatan-dan pada dasarnya pula ia
tidak dipidana. Hanya karena oleh undang-undang saja yang menentukan
dipidananya. Percobaan dan pembantuan adalah hal mengenai perluasan
pertanggungjawaban pidana. Oleh sebab itu andaikata pembentuk undang-undang
tidak menentukan dapatnya dipidana pada orang yang mencoba kejahatan atau orang
yang membantu kejahatan, pastilah dia tidak dipidana.
·
Kedua,
ketentuan
mengenai dipidananya pembuat yang gagal (percobaan) dan pembuat pembantu (medeplicghtige) tidak di muat dalam Bab
III Buku I tentang “hal-hal yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan
pidana”. Apabila pembentuk undang-undang berpandangan bahwa percobaan dan
pembantuan itu adalah sebagai alasan pengurangan pidana sebagaimana halnya anak
yang usianya belum 16 tahun, dan bermaksud demikian, tentulahhal percobaan dan
hal pembantuan dimaksukkan dalam Bab III Buku I ini, dan tidak di dalam bab
yang lain.
B.
Dasar-dasar yang Menyebabkan Diperingannya Pidana Khusus
Disebagain
tindak pidana tertentu, ada pula dicantumkan dasar peringan tertentu, yang
hanya berlaku khusus terhadap tindak pidana yang di sebutkan itu saja, dan
tidak berlaku umum untuk segala macam tindak pidana. Dasar peringan pidana
khusus ini tersebar di dalam pasal – pasal KUHP.
Untuk
dapatnya dinyatakan suatu tindak pidana sebagai lebih ringan tentu ada
pembandingnya. Dalam tindak pidana lebih ringan inilah ada unsur yang
menyebabkan diperinganya pidana terhadap si pembuatnya. Tindak pidana
bandinganya atau pembandinganya itu ada 2 (dua), yaitu ;
1. Pertama,
biasanya pada tindak pidana dalam bentuk pokok, di sebut juga bentuk biasa atau
bentuk standard (eenvoudige delicten;
2. Kedua,
pada tindak pidana lainya (serta bukan termasuk bentuk pokok), tapi perbuatanya
serta syarat – syarat lainnya sama..
Pertama,
ada macam tindak pidana tertentu yang dapat dibedakan atau diklompokkan ke
dalam bentuk pokok, yang lebih berat dan
yang lebih ringan. Pada tindak pidana bentuk ringan (sama jenisya),di dalamya
terdapat unsur tertentu yang menyebabkan tindak pidana tersebut menjadi lebih
ringan darpada bentuk pokoknya. Unsur
penyebab ringanya inilah yang di maksud dengan “dasar diperinganannya pidana khusus.
Contohnya,
tindak pidana dalam bentuk pokok: pembunuhan(338), penganiyayaan (378 ayat 1),
pencurian(362), pengelapan(372), penipuan(378). Pada tindak – tindak pidana
dalam jenis yang sama (contoh di atas ), yaitu pembunuhan dalam hal yang
meringankan (341), penganiyayaan ringan (373), pencurian ringan(379).
Dasar
penyebab diperiganya tindak pidana - tindak pidana tersebut, yaitu:
1. pada
pembunhan pasal 341 ialah pembuatnya adalah seseorang ibu, dan objeknya adalah bayinya
sendiri.
2. Pada
penganyaan ringan ialah akibat perbuatan berupa tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencariaan(352)
3. Pada
pencurian ringan ialah (1) tidak dilakukan dalam sebuah kediaman atau
pekarangan yang tertutup yang di dalamnya ada tempat kediaman, dan (2) nilai/
harga benda (objek) kurang dari Rp 250,-(364);
4. Pengelapan
ringan ialah: (1) objek kejahtanya bukan ternak, (2) dan (2) nilai benda/objek
kejahatan kurang dari Rp 250,-(379);
5. Penipuan
ringan ialah (1) objek kejahatan bukan ternak ,dan (2) nilai benda-objek
kejahatan kurang dari Rp 250,-(379)
Kedua,
disebut tindak pidana yang lebih ringan, yang pembanding lebih ringanya itu
bukan pada bentuk pokok, tetapi pada perbuatan serta syarat- syarat lainnya
yang sama. Contohnya, kejahatan
meningalkan bayi karena takut diketahui melahirkan pada pasal 305.
Paasal
305, melarang orang menempatkan anak yang umumnya belum 7 (tujuh) tahun untuk
ditemukan atau meninggalkan anak itu
dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, yang diancam dengan pidana
penjara maksimum 5 (lma) tahun 6 (enam) bulan. Sedangakan pasal 308 kejahatan
yang seperti itu jika dilakukan oleh seorang ibu terhadap bayinya sendiri tidak
lama setelah ia melahirkan bayinya itu, karena takut diketahui melahirkanya,
maka pidana terhadap si ibu ini maksimum separuh dari ancaman pidana pada pasal
305. Hal yang meringankan dari pasal 308 ini ialah: (1) pelakunya ialah seorang
ibu, dan (2) dilakukan kejahatan itu pada bayinya sendiri, dan (3) takut
diketahui melahirkan bayi. Dasar peringan
pidana disini berdiri secara kumulatif.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut
pasal 45 ialah hal yang memperingan pidana ialah sebab si pembuat adalah
seorang anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun. Inilah
satu-satunya dasar yang memperingan pidana umum yang ditentukan dalam Bab III
Buku I.
Apabila
hakim memerintahkan anak itu diserahkan pada pemerintah, menurut pasal 46 maka
ia :
3.
Dimasukkan pada
rumah pendidikan negara untuk menerima pendidikan dari pemerintah, atau
dikemudian hari dengan cara lain; atau
4.
Dierhkan pada:
· Seseorang
tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia; atau
· Suatu
badan hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia;
Apabila
hakim memilih yang ketiga, yakni dengan menjatuhkan pidana, dalam hal ini
(menurut pasal 47) terdapat 2 (dua) kemungkinan, yaitu :
3.
Pertama,
dalam
hak tindak pidana yang tidak di ancam pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, maka hakim menjatuhkan pidan yang berat atau lamanya adalah maksimum
pidana pokok yang diancamkan pada tindak pidana yang dilakukan itu dikurangi
sepertiganya.
4.
Kedua,
dalam
hal kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka
tidak dapat dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, melainkan
hakim menjatuhi pidana penjara selama-lamanya 15 (lima belas) tahun.
B. Saran
Apabila terdapat kejanggalan ataupun kesalan baik dalam penulisan
maupun isinya, kami harapkan kesediaan rekan-rekan untuk menyampaikan keritikan
dan saran demi perbaikan makalah ini
nantinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Adami Chazawi, Pelajaran hukum Pidana Bagian 2, Raja
Grafindo Persada : Jakarta, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar